(Dokumentasi diskusi buku Salatri di taman FKIP, Universitas Kuningan)

Diskusi buku Salatri yang merupakan antalogi puisi karya Dzulfahmi menjadi momen mengasyikan yang terselenggara oleh Daek Seni Bahasa (Dapur Sastra), Kuningan Book Community (KBC), dan penerbit Pojok Publisher di taman FKIP, Universitas Kuningan, pada Minggu (27/04/2025).

Sebelum memulai diskusi buku Salatri. Hamdan, selaku perwakilan, memperkenalkan Pojok Publisher sebagai penerbit buku baru di Kuningan. Ia menyampaikan niat besarnya untuk mewadahi bibit-bibit penulis baru, termasuk buku Salatri yang telah diterbitkan belakangan ini.

"Jadi kawan-kawan yang ingin menjadi penulis, ya, silakan. Saya terbuka sekali, jadi nanti kita bisa berdiskusi isi dan hal-hal lain–itu urusan nanti," tawarannya.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan segmen mendiskusikan buku Salatri yang dipantik oleh Tifani Kautsar selaku dosen PBSI Uniku. Pertanyaan pemantiknya berangkat dari rasa kepenasaran kepada Dzul mengenai proses kreatifnya dalam menulis buku antologi tersebut.

"Kenapa menulis puisi, dan diambil judul bukunya Salatri?" tanyanya.

Dzul menjawab bahwa puisi-puisi dalam buku antologinya itu berasal dari catatan harian pribadinya selama 3 tahun yang tersimpan di gawainya. Penentuan judul buku berawal dari keinginannya agar bisa merepresentasikan arti dari sebuah tindakan yang mengharuskan pemenuhan hasrat akan kondisi "lapar", maka dipilihlah judul buku dalam bahasa sunda "Salatri" yang merujuk pada makna dalam KBBI VI Daring: kondisi sakit atau pingsan karena terlalu lapar atau terlambat makan. 

Menyambung kegiatan diskusi, Sidiq juga menyampaikan kebingungannya terkait salah satu puisi pendeknya yang berbunyi: Tuhan bersamamu aku mudah dan mudah mudahan.

"Saya tertarik dengan dua tokoh dalam puisi ini. ada -mu dan aku. Nah, 'bersamamu' maksudnya ke siapa tuh? Kan bisa saja 'Tuhan bersamaku dan mudah-mudahan' tapi di sini ter-spill kata -mu, apakah ditujukan kepada siapa atau pembaca gitu," ungkapnya.

Menurut Dzul, kata -mu itu merupakan bentuk penekanan.

"Jadi bentuk penekanan saya: Tuhan bersamamu... aku mudah dan mudah-mudahan," jelasnya.

Diakhir acara, diskusi buku Salatri ditutup dengan pembacaan salah satu puisinya yang dibawakan oleh Tifani Kautsar, kemudian dilanjutkan dengan sesi foto bersama.


Penulis: Dea Cahaya Ramdona

Editor: Azka Halima