Sumber: postingan mengenai edukasi Permendikbudristek Nomor 30 di akun Instagram Bem Uniku

www.sinergispress.com - Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi adalah langkah yang dibuat oleh Kemendikbudristek untuk menanggulangi kekerasan seksual yang marak terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Peraturan ini diresmikan pada tanggal 31 Agustus 2021 dan dijadikan peraturan undang-undang pada tanggal 3 September tahun 2021, tepatnya terhitung sudah tujuh bulan.

Pada pasal 6 ayat (1) Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, perguruan tinggi wajib melakukan pencegahan kekerasaan seksual melalui:
a.       Pembelajaran;
b.      Penguatan tata kelola; dan
c.       Penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Selain itu, mengenai penanganan kekerasan seksual pada Pasal 10 perguruan tinggi pun wajib melakukan tindakan sebagai penanganan kekerasan seksual melaui:
a.       Pendampingan;
b.      Perlindungan;
c.       Pengenaan sanksi administratif; dan
d.      Pemulihan korban.

Penguatan tata kelola yang dimaksud pada Pasal 6 merupakan pembentukan satuan tugas di perguruan tinggi yang terdiri dari pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.  Dalam hal ini disampaikan bahwa salah satu tugas dari “Satuan Tugas adalah membantu pimpinan di perguruan tinggi dalam menyusun pedoman Pencegahan dan Penangan Kekerasan Seksual di lingkup kampus itu sendiri, [tercantum pada pasal 34 ayat (1) huruf a].

Pada Pasal 57 dalam peraturan ini juga dengan tegas disampaikan bahwa: perguruan tinggi harus membentuk Satuan Tugas berdasarkan Permendikbudristek paling lama satu tahun, terhitung sejak peraturan ini dijadikan undang-undang. Menilik dari penyampaian pasal dalam peraturan Permendikbudristek seharusnya perguruan tinggi yang berada di bawah Kemendikbudristek harus sudah membentuk “Satuan Tugas PPKS” dalam waktu tiga bulan lagi selambat-lambatnya, sesuai yang disampaikan di atas (Pasal 57). Maka dari itu, terlintaslah pertanyaan, bagaimana dengan kampus tercinta kita dalam menanggapi hal ini?

Oleh karena itu, tim Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Sinergis berkesempatan untuk mewawancarai Wakil Rektor IV mengenai sejauh mana Universitas Kuningan mengimplimentasikan Permendikbudristek No 30 Tahun 2021. Pada saat wawancara Warek IV mengatakan bahwa tidak perlu adanya Satuan Tugas di Universitas Kuningan, karena penanganan kasus kekerasan seksual dapat ditangani oleh unit konseling yang terdapat dalam Statuta Universitas Kuningan; yang membantu menangani kasus, seperti kasus kekerasan seksual.

Lebih lanjutnya, menurut pengakuan Warek IV juga unit konseling di Universitas Kuningan pernah menangani kasus kekerasan seksual dimana korban dan pelaku dipertemukan dahulu dalam meja mediasi dan diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Pun, jika korban tetap ingin meneruskan kasus, maka kasus diserahkan kembali kepada korban. Dari penjelasan yang disampaikan mengenai tindakan penanganan yang dilakukan, dimana akan membuat pelaku tetap bebas dan kemungkinan korban mendapat ancaman, hal itu juga tidak membuat efek jera terhadap pelaku.  Jika Permendikbudristek Nomor 30 ditetapkan di Universitas Kuningan seringan-ringannya pelaku akan tetap mendapatkan sanksi administratif ringan, sedang, hingga berat atas rekomendasi Satuan Tugas sesuai dengan pasal 13 ayat (2).

Warek IV Universitas Kuningan juga mengatakan bahwa peraturan ini masih menjadi polemik atas persoalan kata “consent” dalam Permendikbudristek tersebut. Ia menyampaikan bahwa: “Peraturan ini memang bertujuan melindungi mahasiswa, tetapi isi dari Permendikbud ini jika ada persetujuan atau consent jadi tidak dapat hukuman dan tidak apa-apa, malah lebih tegas peraturan yang dulu.” Pada pembahasan tersebut Warek IV menghubungkan polemik Permendikbudristek dengan norma yang berlaku, menganggap bahwa Permendikbudristek Nomor 30 ini menjadi indikasi seolah-olah melegalkan perzinahan. Padahal maksud dari “consent” itu sendiri yaitu fokus terhadap hak seseorang atas akses tubuh dan perlindungan atas dirinya sendiri.

Jelasnya juga disampaikan dengan adanya Permendikbud ini mahasiswa atau mahasiswi yang dianggap merasa korban akan lebih cenderung “Cengeng” dalam artian semua perlakuan antar mahasiswa, tenaga kerja atau pengajar akan terbatas dan menjadi kaku. Beliau mengatakan semenjak adanya peraturan Permendikbudristek Nomor 30 ini ada banyak mahasiswa dan dosen yang dilaporkan sebagai pelaku kekerasan seksual.

“Kamu tahu nggak gara-gara peraturan ini berapa banyak mahasiswa dan dosen yang dilaporkan? Kan sekarang berarti apa-apa langsung dilaporkan, biasanyakan didiskusikan juga atau secara kekeluargaan dulu, keinginan saya jangan langsung lapor saja kita selesaikan dengan kekeluargaan dulu.Ucap Warek IV kepada Tim LPM Sinergis ditemui pada Kamis, (10/03/2022).

Berbeda dengan keterangan Wakil Rektor IV, kami juga menemui Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Kuningan yang diwakili oleh Presiden Mahasiswa, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Politik Hukum dan Ham (POLHUKAM). Dalam menanggapi hal ini BEM Uniku telah melakukan pergerakan dengan mengunggah postingan di akun Instagram-nya perihal Permendikbudristek No 30 tahun 2021. Postingan tersebut diunggah pada tanggal 20 Maret 2022 yang berisikan edukasi tentang Permendikbudristek No.30 dan juga desakan kepada pihak Lembaga Universitas Kuningan untuk segera mengimplementasikan Peraturan Menteri tersebut.

Bukan hanya hal itu BEM Uniku juga memberikan reaksi terhadap pernyataan Warek IV yang tidak akan membentuk Satuan Tugas di Universitas Kuningan, BEM mempertanyakan bagaimana dan seperti apa Statute Universitas Kuningan yang mengatur peraturan kekerasan seksual tersebut. Ditanggapi pula bahwa BEM Uniku akan tetap menuntut pembentukan Satgas PPKS di Universitas Kuningan dan juga kebijakan pengimplementasian Permendikbudristek ini.

Mendengar sikap tersebut tentu saja menjadi kabar sedap, sebab Permendikbudristek Nomor 30 menjadi isu penting yang dibicarakan atau ditanggapi isunya oleh BEM Uniku. Namun apakah Permendikbudristek ini menjadi isu darurat bagi BEM Uniku?

Perihal postingan di akun Instagram BEM Uniku mengenai desakan diimplementasikannya Permendikbudristek nomor 30, sejauh ini desakan tersebut belum disampaikan kepada pihak lembaga, juga tidak ada reaksi dari Lembaga Universitas Kuningan. Sedangkan BEM mengatakan nanti akan diadakan audiensi dengan lembaga pada saat ditanya oleh Tim LPM Sinergis, tetapi audiensi yang dimaksud BEM merupakan program kerja BEM berupa audiensi menampung aspirasi dari setiap fakultas, dan tidak fokus kepada Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021. Sehingga, dari tanggapan tersebut Tim LPM Sinergis tidak mendapatkan jawaban pasti kapan BEM Uniku akan melakukan audiensi dengan pihak lembaga terkait Permendikbudristek itu sendiri.

Menurut BEM Uniku selain mendesak Permendikbudristek No. 30, perlu adanya terlebih dahulu edukasi mengenai Permendekbudristek dan kekerasan seksual seperti jenis kekerasan seksual, karena masih banyak mahasiswa-mahasiswi yang bahkan tidak sadar dirinya sedang dilecehkan atau mengalami kekerasan seksual. Maka dari itu, rencana selanjutnya dari BEM Uniku akan melakukan edukasi terlebih dahulu kepada mahasiswa melalui acara seminar.

“Nah kan, kebanyakan korban (mahasiswa/i) juga tidak tahu Permendikbudristek No. 30 ini isinya apa, seperti apa. Makanya kami dari Polhukam BEM bakal mengedukasi dulu seperti apa, agar jalurnya jelas. Perlunya edukasi terlebih dahulu, agar tahu nih seperti ini-seperti ini.” ujar Pani Maulana, menteri Polhukam BEM Uniku. Rabu, (30/3/2022).

Jelaskanya disampaikan BEM Uniku mengenai rencana agenda di atas bahwa diselenggarakannnya seminar untuk mengangkat isu Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 yang menjadi kabar baik, namun seminar ini sudah bukan  lagi membicarakan edukasi mengenai Permendikbudristek itu sendiri, dikarenakan BEM Uniku sudah lebih dahulu mengeluarkan desakan terhadap Lembaga Universitas Kuningan.

Menanggapi hal itu dari penyampaiannya BEM Uniku belum memberikan kejelasan maksud dan tujuan dari postingan Instagram mengenai desakan terhadap lembaga, dikarenakan BEM Uniku tidak memastikan apakah desakan tersebut telah tersampaikan atau tidak. Lalu, seminar dengan konsep dan maksud seperti apa yang ingin BEM Uniku lakukan? Apakah tindakan progresif ini, benar-benar untuk kepentingan mahasiswa atau BEM Uniku hanya sekedar memberikan respon saja?


 
Reporter: Lulu, Elsa dan Gina

Penulis: Lulu dan Elsa

Editor: Maryati dan Astri