Cover buku Go Set a Watchman
(Sumber: shopee.co.id)
Judul:
Go Set a Watchman
Penulis:
Harper Lee
Penerbit:
Penerbit Qanita
Penyunting:
Tim Redaksi Qanita
Ilustrator:
Getty Images & iStockphoto
Tahun
terbit: September 2015
Tebal
halaman: 288
Harga:
Rp 74.000
www.sinergispress.com - Novel ini merupakan naskah pertama yang
diajukan oleh Harper Lee yang kemudian hilang. Mungkin jika mendengar nama
penulis Harper Lee, yang pertama kali terlintas di pikiran kita adalah bukunya
yang berjudul To Kill a Mockingbird,
ya novel yang satu itu tak terlepas dari penulisnya maupun karyanya yang satu
ini, Go Set a Watchman. Kalau bisa
menarik garis besar dari buku ini, mungkin akan saya berikan satu kalimat, buku
ini adalah perjalanan Jean Louise untuk mencari jati dirinya.
Cerita diawali dengan kepulangan Jean Louise dari New York ke kampung halamannya di Maycomb County. Dengan niat menghabiskan hari liburnya di sana, mungkin dengan melihat bagaimana keadaan kampung halamannya dan bernostalgia dengan Hank, teman masa kecilnya yang sekarang menjalin kasih dengannya. Siapa sangka beberapa hari menghabiskan liburannya di kampung halaman dapat membuka matanya akan seperti apa ayah dan tempat tinggalnya itu.
Novel ini juga sedikit banyak menceritakan proses Jean Louise menyadari dan menerima dirinya sebagai perempuan. Tumbuh bersama ayah dan kakak laki-lakinya Jem, membuat ia tumbuh seperti anak laki-laki,
“Jean Louise tidak pernah sepenuhnya menyadari bahwa dia seorang perempuan: kehidupannya dipenuhi kegiatan yang menguras energi: berkelahi, bermain sepak bola, memanjat pohon, berlomba dengan Jem, dan melawan siapapun yang berusia sebaya dengannya dalam pertandingan yang membutuhkan kekuatan fisik.”
Tokoh utama kita, Jean louise dibesarkan oleh ayahnya. Di mata Scout (nama kecil Jean Louise) ayahnya Atticus selalu mengajarkan hal yang benar, ia selalu memuji ayahnya itu. Ia selalu memandang ayahnya sebagai gentleman, melihat sang ayah yang tidak membeda-bedakan ras dalam memperlakukan orang. Kekagumannya ini bertambah saat ayahnya menangani kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang negro, ayahnya memenangkan kasusnya (To Kill a Mockingbird). Maka tak heran bila ayahnya menjadi standar sifat kebaikan seseorang baginya. Bahkan ketika bekerja sebagai seorang pengacara, Jean Louise secara tidak sadar akan menanyakan kepada dirinya sendiri kira-kira jika aku adalah Atticus, apa yang akan dilakukannya?
Sampai suatu hari ia menemukan pamflet kotor yang merupakan barang ayahnya. Pamflet itu kemudian membawanya ke ruang pengadilan, sampai ke perdebatan hebat dengan ayahnya. Dari sana ia baru mengetahui seperti apa ayahnya, seperti apa tempat tinggalnya. Hatinya hancur menyadari bahwa ayahnya mengikuti acara menjijikan di ruang pengadilan kala itu.
“Satu-satunya manusia yang pernah dipercayainya setulus dan sepenuh hatinya telah mengkhianatinya; satu-satunya pria yang dikenalnya, yang kepadanya dia bisa menunjuk dan mengatakan dengan penuh keyakinan, “Dia orang yang terhormat, di dalam hatinya dia orang terhormat,” telah mengkhianatinya, di depan umum dengan cara menjijikan, dan tanpa malu-malu.”
Hasil dari perdebatan hebat bersama ayahnya, melahirkan kesimpulan bahwa ayahnya sama sekali tidak sepaham dengan Jean Louise. Alasan ayahnya memperlakukan orang negro tidaklah sama seperti apa yang dipahami Jean Louise. Sampai akhir, Atticus tetaplah Atticus; seorang ayah dengan nilai yang tak selaras dengan putrinya, tetapi itulah Atticus; seorang ayah yang menginginkan anaknya hidup mandiri dengan nilai dan prinsipnya sendiri walaupun harus berseberangan dengannya.
Penulis: Alya
Editor: Luqyana Pazri Alamsyah
0 Komentar