Ilustrasi
oleh Dea Cahaya Ramdona
Umumnya kita mempersepsi tentang ruang sebagai sesuatu
yang berkonotasi sebagaimana adanya, bahwa ruang adalah kekosongan atau medium
untuk sembarang hal yang lain. Akan tetapi, pernahkah kita mencoba membayangkan
sesuatu apapun itu, tanpa adanya ruang. Kalau pernah, dapatkah sesuatu yang
kita bayangkan terbentuk atau tercipta tanpa adanya ruang di dalam benak kita?
Tentunya, upaya dalam membayangkan corak ruang di dalam benak merupakan sesuatu
yang tidak terlepas dari pengalaman kita sehari-hari, meskipun ruang dapat dinegasikan
dari visualisasi pada benak, tetapi visualisasi benak ini merupakan sesuatu
yang tidak berlainan dengan pengertian paling umum tentang ruang yang diperoleh
dengan common sense dalam kehidupan
yang praktis sehari-hari.
Pemahaman umum tentang ruang berkaitan erat dengan common sense, dan tanpa disadari
bahwa ruang pun cenderung mudah
tergantikan dengan sembarang objek oleh pencerapan indra, artinya setiap objek sudah menjadi inheren dengan
esensi dari ruang itu sendiri. Sehingga, corak ruang dapat mudah tergantikan dengan sembarang
objek di sekitarnya yang seolah-olah ruang menjadi lapisan paling dasar dari setiap objek yang
ada, padahal tidak. Maka, sebetulnya upaya kita dalam membayangkan sembarang objek tanpa adanya
ruang merupakan sebuah aktivitas yang berakhir
nihil, meskipun kita dapat mengiyakan bahwa sembarang objek yang
dibayangkan tidak memiliki ruang, lantas
apa yang menjadi alasan atas pengalaman dari kehidupan sehari-hari yang
diperoleh indra kita terhadap ruang
semesta ini.
Menggapai
akhir dari ruang alam semesta
Secara intuitif ruang dapat diartikan sebagai sesuatu yang
mutlak di alam semesta. Jika demikian adanya esensi dari ruang, maka sejauh
apapun ruang ini tetaplah menjadi satu-kesatuan dengan ruang yang berada di Bumi. Demikian pula
kasusnya ketika kita memegang ujung sebuah pensil berwarna ungu, itu sudah bisa dikatakan bahwa
kita memegang pensil berwarna ungu, meskipun
hanya sebagian dari ujung pensil-nya. Lalu, apa yang menjadi penghubung
antar ruang? Jawabannya adalah ruang itu
sendiri, karena asumsi tentang ruang yang dibatasi dengan sembarang objek, hanyalah bentuk imitatif dari objek
yang membatasinya tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keinherenan sembarang objek terhadap
corak dari ruang merupakan keinherenan yang tidak berkaitan dengan bentangan ruang di alam
semesta.
Selanjutnya kita akan menyebut ruang alam semesta ini sebagai
ruang kosmik, tentunya secara harfiah
tidak ada yang membedakan dari kedua sebutan tersebut. Kemudian, apa yang menjadi
kepastian bahwa ruang kosmik tempat tinggal kita ini sama halnya dengan ruang
yang berada jauh dari planet atau bahkan jauh di luar tatanan galaksi tempat
planet bumi kita berada? Dengan melihat esensi ruang kosmik, kita dapat
mengetahui bahwa tidak ada yang membedakan ruang tempat tinggal kita dengan
sembarang ruang yang berada jauh sekitar sejuta tahun cahaya sekalipun, satu
satunya yang dapat membedakan ruang kosmik ini adalah sembarang objek di
sekitarnya.
Setelah kita mengetahui bahwa ruang kosmik memiliki corak
yang sama dalam satu-kesatuan dari
tatanan alam semesta ini, yang artinya tidak ada yang membedakan dari setiap
ruang kosmik di sembarang semesta ini. Maka, dengan demikian kita dapat pula
mengakomodasi ruang kosmik ini di dalam dunia yang mungkin sebagai ruang yang
memiliki batasan konkret. Dunia yang mungkin bukanlah dunia yang nyata,
melainkan suatu medium untuk berspekulasi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
ruang kosmik di ujung batas sekalipun, memiliki corak yang tidak berlainan atau
berbeda dengan ruang yang berada di sembarang dunia yang mungkin.
Penulis: Dea Cahaya
Ramdona
Editor: Mulyati Gustina
0 Komentar