(sumber gambar dari Aruna Omah Buku)
Han Kang, bagiku, sudah menjadi bagian penting dalam obrolan kesastraan feminis kontemporer. Kini dia menjadi penulis favoritku karena gaya penulisannya yang tak biasa. Hal yang begitu menarik bagiku, dilihat dari kemampuannya menggambarkan kekerasan sistemik akan penderitaan perempuan dengan pendekatan yang tak terduga. Misalnya, bagaimana dia mengisahkan tentang seseorang yang menolak makan daging sebagai bentuk perwujudan kebebasan perempuan–sebuah tindakan yang, bagi banyak orang, mungkin hanya dianggap sebagai tren gaya hidup semata.
Novelnya yang berjudul The Vegetarian, selalu menjadi bahan refleksiku, sebuah novel yang menorehkan luka sekaligus kepekaan baru dalam cara kita memandang tubuh, kuasa, dan perlawanan. Novel ini berpusat pada Yeong-hye, seorang perempuan yang memutuskan untuk berhenti makan daging.
“Aku tidak yakin kapan tepatnya aku mulai berpikir bahwa satu-satunya cara untuk tetap tak tercemar, untuk menjaga diriku tetap bersih, adalah dengan berhenti makan daging.” –Yeong-hye
Keputusan berhenti memakan daging terasa biasa di era modern yang akrab dengan gaya hidup vegetarian. Namun, Han Kang tak sedang menulis tentang tren atau pola makan. Ia menghadirkan sebuah perlawanan yang sunyi nan menghanyutkan: seorang perempuan yang menolak tunduk pada sistem yang selama ini mencengkeram tubuh dan pikirannya.
Keputusan Yeong-hye menjadi vegetarian bukan soal kesehatan, etika terhadap hewan, atau kesadaran ekologis, melainkan “tubuh” yang akhirnya bersuara—tubuh yang menolak menjadi medium kekuasaan patriarki. Bagi Yeong-hye, daging adalah metafora dari tubuhnya sendiri yang selama ini "dilahap" oleh ayah, suami, dan lelaki lain yang merasa berhak atasnya. Dengan menolak daging, ia menutup mulutnya terhadap kekerasan sistemik yang tak pernah meminta izinnya.
Namun, dunia tak membiarkan Yeong-hye berontak. Sudah biasa ketika perempuan yang keluar di jalur normatif akan dicap "gila", label ini menjadi alat untuk mendisiplinkan perempuan yang berani menentang. Ayahnya memaksa Yeong-hye makan daging, seolah tubuhnya adalah perpanjangan dari kehendaknya. Suaminya merasa martabatnya runtuh hanya karena istrinya tak lagi sesuai dengan norma sosial. Bahkan iparnya, yang tampak lembut dan artistik, ternyata tak lebih dari predator yang menyamarkan eksploitasi dengan jubah seni.
Bagi mereka, tubuh Yeong-hye bukanlah tubuh manusia; ia hanyalah wadah, media, atau objek. Keberhasilan Han Kang mengubah apa yang disebut kegilaan menjadi sebuah bentuk kesadaran baru bahwa perempuan yang menolak diatur bukan perempuan gila, dia memiliki kendali atas dirinya, mimpi dan kemauan. Yeong-hye bukan tak waras, melainkan sadar bahwa dunia ini tak pernah menyediakan ruang aman bagi tubuh perempuan.
The Vegetarian bukanlah bacaan yang nyaman. Han Kang tak menawarkan solusi atau akhir yang rapi. Ia justru membuka luka, menguliti trauma, dan memaksa kita melihat kenyataan: dalam sistem yang mengatur perempuan hingga ke apa yang mereka makan, kenakan, pikirkan, dan rasakan–satu-satunya bentuk kemerdekaan kadang hanya bisa dicapai dengan menjadi "tidak normal."
Novel ini adalah elegi tentang tubuh yang dirampas dan berjuang untuk direbut kembali. Tentang sunyi yang sebenarnya adalah teriakan. Tentang bagaimana dunia mengendalikan segalanya, kebebasan sejati mungkin hanya lahir dari penolakan untuk menjadi bagian darinya.
Penulis: Elsa Nur Sabela
Editor: Dea Cahaya Ramdona
0 Komentar