(Dokumentasi kuliah umum “Dari Degradasi ke Regenerasi: Kepemimpinan untuk Masa Depan Bumi yang Lebih Baik”)

Anies Rasyid Baswedan mengisi kuliah umum bertema “Dari Degradasi ke Regenerasi: Kepemimpinan untuk Masa Depan Bumi yang Lebih Baik” di Gedung Student Center Iman Hidayat, Universitas Kuningan, pada Jumat (23/05/2025).

Kuliah umum ini dihadiri lebih dari 700 mahasiswa dari berbagai universitas, seperti Universitas Kuningan, Universitas Bakti Husada Indonesia, Universitas Islam Al-Ihya Kuningan, dan Universitas Muhammadiyah Kuningan.

Anies memaparkan dua isu utama yang saling berkaitan, yakni ekologi dan ekonomi, melalui prinsip 3P: profit, people, planet. Ia menegaskan bahwa krisis iklim global merupakan tantangan nyata yang harus dihadapi bersama oleh umat manusia karena dampaknya dapat melintasi batas negara dan generasi.

“Pada 2023, tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah manusia dengan peningkatan suhu 1,1°C,” ujarnya.

Kemudian, merujuk pada data IPCC bahwa 3,6 miliar orang hidup di wilayah rawan bencana iklim, termasuk Indonesia. Hal ini terlihat dalam data BNPB (2024), terjadi 3.472 bencana alam sepanjang tahun tersebut, dengan 99,34% di antaranya banjir.

“Banjir adalah urusan volume air yang semakin naik dan tidak bisa diprediksi,” kata Anies. Ia menambahkan, "Di wilayah pesisir, kenaikan permukaan air dapat menyusutkan daratan menjadi lebih kecil."

Dampak krisis iklim paling dirasakan oleh kelompok rentan, seperti petani yang terdampak cuaca ekstrem atau warga miskin kota yang hidup dalam kondisi panas dan lembab tanpa akses pendingin udara.

Anies memaparkan lima prinsip kepemimpinannya: memikirkan hak lintas generasi, inovasi untuk keberlanjutan ekonomi, mengutamakan keadilan bagi yang rentan, membangun kolaborasi, serta konsisten dan transparan dalam kebijakan.

“Sayangnya, keputusan soal lingkungan hidup sering kali tidak terlihat hasilnya dalam satu masa jabatan. Hal ini dikarenakan pendidikan, lingkungan, dan kesehatan adalah investasi jangka yang panjang,” ujar Anies. 

Ia menekankan pentingnya kebijakan yang menjadi warisan positif, bukan beban, bagi generasi mendatang. Pemimpin harus memastikan keadilan lintas generasi, mendorong kolaborasi, merancang kota sebagai ekosistem, berpihak pada yang terdampak, serta transparan dalam kebijakan berbasis ilmu pengetahuan, data, dan metode yang jelas.

Anies juga menyoroti polusi udara di Indonesia yang terdeteksi melalui satelit. Polusi udara ini berdampak serius pada kesehatan, sehingga ia menekankan pentingnya alat pengukur kualitas udara di seluruh kota, tidak hanya di Jakarta.

Beberapa peserta memberikan respons positif terhadap kegiatan ini. Salsabila, mahasiswi Universitas Kuningan, menyebut kuliah umum ini memberikan wawasan baru dan inspirasi, terutama soal transisi dari degradasi ke regenerasi. Selen, mahasiswi lainnya, mengapresiasi pemahaman tentang prinsip kepemimpinan menjaga amanah yang harus dipegang oleh setiap pemimpin.


Penulis: Bintang Nayla Aprillia

Editor: Azka Halima